Bagaimana Status Bayi Dalam Kandungan Saat Terjadi Perceraian

Bagaimana Status Bayi Dalam Kandungan Saat Terjadi Perceraian

Bagaimana Status Bayi Dalam Kandungan Saat Terjadi Perceraian. Dalam aturan Agama Islam, sebagaimana disebutkan, seorang mantan suami memiliki kewajiban untuk terus menyediakan bagi mantan istrinya sampai masa iddah berakhir. Lalu, bagaimana dengan supremasi hukum di Indonesia, khususnya dalam kasus perceraian yang melibatkan ibu hamil?

 

Berdasarkan Pasal 28 UU Perkawinan, perceraian tidak membuat hubungan antara mantan suami dan istri dan anak-anak yang diakibatkan oleh pernikahan yang terputus. Aturan serupa juga dapat ditemukan dalam Pasal 75 KHI.

 

Selanjutnya, terkait dengan status janin dalam kandungan, dapat merujuk pada Pasal 2 KUH Perdata yang berbunyi, “Seorang anak yang berada dalam kandungan wanita dianggap telah lahir, setiap kali kepentingan anak. Jika dia meninggal ketika dia dilahirkan, dia dianggap tidak pernah ada.

 

Berdasarkan aturan ini, janin dalam kandungan memiliki hak yang sama dengan anak yang telah dilahirkan. Karena itu, berdasarkan UU Perkawinan, orang tua masih wajib memelihara dan mendidik anak-anak hingga mereka dewasa. Kewajiban ini tetap dibebankan dan tidak terpengaruh oleh perceraian.

 

Selanjutnya, saat anak lahir, hak asuh biasanya ada di tangan ibu. Aturan tentang ketentuan hak asuh anak di bawah umur dapat ditemukan dalam UU Perkawinan dan KHI. Hal-hal yang perlu diperhatikan, meski hak asuh bukan di tangan mantan suami, kewajiban memberi nafkah bagi anak tetap harus dilaksanakan.

 

Selain itu, mantan suami juga berkewajiban menyediakan bagi mantan istrinya selama periode iddah (jika keduanya Muslim). Secara umum, pemberian penghasilan selama iddah dilakukan ketika mantan suami menceraikan mantan istrinya. Sementara itu, jika istri mengajukan gugatan, maka kewajiban untuk mencari nafkah oleh mantan suaminya, akan mati.

 

Namun, dalam beberapa kasus, pengadilan memberikan putusan yang tidak selalu sama. Contohnya adalah Putusan Pengadilan Agama Samarinda nomor 12 / Pdt.G / 2012 / PTA. Dan persidangan dilakukan karena para wanita mengajukan cerai dari pria. Namun, dengan berbagai pertimbangan, pengadilan meminta mantan suaminya untuk terus menyediakan nafkah selama iddah dan anak-anaknya.

 

Oleh karena itu, meskipun ada kasus pengajuan cerai oleh seorang wanita, apakah dalam kondisi hamil atau tidak, mantan istri masih dapat menuntut pemberian penghasilan kepada mantan suaminya. Selanjutnya, pengadilan akan menentukan apakah pengajuan itu diterima atau tidak dengan melihat fakta yang terjadi selama periode pernikahan. Selain itu, terlepas dari keputusan terkait mencari nafkah, mantan suami masih harus menghidupi mantan istrinya selama proses pengadilan. Pasalnya, saat ini, keduanya masih terikat dalam satu rumah tangga.

 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *