Gugatan Perceraian Dalam Uu Dan Peraturan Hukum Di Indonesia

Gugatan Perceraian Dalam UU dan Peraturan Hukum Di Indonesia

Gugatan Perceraian Dalam UU dan Peraturan Hukum Di Indonesia. Perceraian termasuk perkara perdata yang diawali dari adanya gugatan dari penggugat. Menurut Pasal 118 ayat 1 HIR (Pasal 142 ayat 1 Rbg) disebut sebagai tuntutan perdata (burgerlijke vordering) tidak lain adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa dan lazimnya disebut gugatan. Dalam hal ini gugatan tersebut dapat diajukan baik secara tertulis (pasal 118 ayat 1 HIR, 142 ayat 1 Rbg) maupun secara lisan (Pasal 120 HIR, 144 ayat 1 Rbg).

Perceraian dan gugatan perceraian dalam konteks hukum di Indonesia memiliki dasar hukum yang diatur dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1975, dan Kompilasi Hukum Islam (khusus mengatur perceraian pasangan Muslim). Berdasarkan UU dan peraturan tersebut terdapat tiga jenis gugatan perceraian, yaitu

  1. Gugat talak dari seorang suami Muslim kepada istrinya yang Muslim melalui Pengadilan Agama;
  2. Gugat cerai dari seorang istri Muslimah kepada suaminya yang Muslim melalui Pengadilan Agama
  3. Gugat cerai dari seorang suami/istri kepada pasangannya melalui Pengadilan Negeri.

Gugatan perceraian secara resmi harus disampaikan melalui surat pemberitahuan atau surat gugatan kepada Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri. Isi atau materi gugatan terdiri atas hal-hal berikut ini.

  1. Identitas Para Pihak

Identitas, baik penggugat maupun tergugat harus tertulis dengan jelas (persona standi in judicio) yang terdiri atas nama suami dan istri (beserta bin/binti), umur, tempat tinggal. Hal ini untuk pasangan Muslim terutama diatur dalam pasal 67 (a) UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama. Identitas para pihak ini juga disertai dengan informasi tentang agama, pekerjaan, dan status kewarganegaraan

  1. Posita (Dasar atau Alasan Gugat)

Dasar atau alasan gugat cerai diistilahkan dengan Fundamentum Petendi berisi keterangan berupa kronologi (urutan peristiwa) sejak mulai perkawinan antara penggugat dan tergugat dilangsungkan, peristiwa hukum yang ada (misalnya: kelahiran anak-anak), hingga munculnya ketidakharmonisan yang mendorong pada langkah perceraian.

Keterangan tersebut kemudian diikuti dengan uraian alasan-alasan yang akan menjadi dasar tuntutan (petitum). Berikut ini contoh posita.

  1. Bahwa pada tanggal … telah dilangsungkan perkawinan antara penggugat dan tergugat
  2. Bahwa dari perkawinan itu telah lahir …(jumlah) anak bernama …, lahir di … pada tanggal ….;
  3. Bahwa selama perkawinan antara penggugat dan tergugat telah terjadi ketidakharmonisan yang menimbulkan pertengkaran sebagai berikut ….;
  4. Bahwa berdasarkan alasan diatas cukup bagi penggugat mengajukan gugatan perceraian; dan seterusnya.
  5. Petitum (Tuntutan Hukum)

Petitum adalah tuntutan yang diminta pihak penggugat agar dikabulkan oleh Hakim. Bentuk tuntutan Gugatan Provisional

Sebelum putusan akhir dijatuhkan hakim, dapat diajukan pula gugatan provisional di Pengadilan Agama untuk masalah yang perlu kepastian segera sesuai dengan Pasal 77 dan Pasal 78 UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Contoh gugatan Provisional

  1. Memberikan izin kepada istri untuk tinggal terpisah dengan suami;
  2. Izin dapat diberikan untuk mencegah bahaya yang mungkin timbul jika suami-istri yang bertikai tinggal serumah;
  3. Menentukan biaya hidup/nafkah bagi istri dan anak-anak yang seharusnya diberikan oleh suami;
  4. Menentukan hal-hal lain yang diperlukan untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak;
  5. Menentukan hal-hal yang perlu bagi terpeliharanya barang-barang yang menjadi harta bersama (gono-gini) atau barang-barang yang merupakan harta bawaan masing-masing pihak sebelum perkawinan dahulu
  6. Syarat Perceraian

Jadi, seorang suami Muslim yang hendak menceraikan istrinya (yang juga Muslim) harus mengajukan gugat talak terlebih dahulu dengan mengirimkan surat pemberitahuan kepada Pengadilan Agama di wilayah tempat berdomisili. Apabila ia berdomisili di luar negara, ia dapat memberikan surat pemberitahuan di wilayah istrinya berdomisili. Apabila baik suami maupun istri berdomisili di luar negara, suami dapat mengirimkan surat pemberitahuan di wilayah tempat mereka dahulu menikah di Indonesia.

Gugatan cerai dapat dilakukan seorang istri yang beragama Islam kepada suaminya (pasangan Muslim) melalui Pengadilan Agama atau baik suami maupun istri yang tidak beragama Islam melalui Pengadilan Negeri. Pihak penggugat menyampaikan surat pemberitahuan gugat cerai beserta alasan-alasannya kepada Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri tempat ia berdomisili.

Apabila ia berdomisili di luar negara, penggugat dapat memberikan surat pemberitahuan di wilayah suami atau istrinya berdomisili. Apabila baik suami maupun istri berdomisili di luar negara, suami atau istri sebagai penggugat dapat mengirimkan surat pemberitahuan di wilayah tempat mereka dahulu menikah di Indonesia.

Syarat administrasi umum yang harus dipenuhi penggugat, yaitu

  1. Surat nikah asli;
  2. Fotokopi surat nikah 2 (dua) lembar, masing-masing dibubuhi materai, kemudian dilegalisasi;
  3. Fotokopi kartu tanda penduduk (ktp) terbaru penggugat;
  4. Fotokopi kartu keluarga (kk);
  5. Surat gugatan cerai sebanyak tujuh rangkap;
  6. Panjar biaya perkara.

Adapun syarat khusus, yaitu

  1. Surat keterangan tidak mampu dari kelurahan, atau kartu BLT/BLSM atau Askin, jika ingin berperkara secara prodeo (gratis/cuma-cuma);
  2. Surat izin perceraian dari atasan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS);
  3. Duplikat akta nikah, jika buku nikah hilang atau rusak (dapat diminta di KUA);
  4. Fotokopi akta kelahiran anak dibubuhi materai, jika disertai gugatan hak asuh anak.
  5. Jika tidak bisa beracara karena sakit parah atau harus berada di luar negeri selama persidangan, penggugat dapat menggunakan jasa advokat atau surat kuasa insidentil. 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *