
Simak, Hukum Positif Dalam Perkawinan Antara WNI Dengan WNA
Simak, Hukum Positif Dalam Perkawinan Antara WNI Dengan WNA. Perkawinan Antara Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) pernikahan antara warga negara Indonesia dan orang asing dalam hukum positif Indonesia tidak dilarang, apakah pernikahan yang dilakukan di negara (Indonesia) yang disebut Pernikahan Campuran atau yang dilakukan di luar negeri disebut pernikahan di luar Indonesia selama syarat dan ketentuannya mengikuti prosedur di negara itu.
Pernikahan Campuran
Perkawinan Campuran adalah Perkawinan Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA) tempat pernikahan dilakukan di dalam negeri (Indonesia), tetapi Perkawinan Campuran tidak dapat dilakukan sebelum persyaratan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku di Indonesia dipenuhi, sebagaimana diatur dalam Pasal 57 UU Perkawinan yang menyatakan:
“Yang dimaksud perkawinan campuran dalam UU ini adalah perkawinan antara dua orang yang berada di Indonesia tunduk pada hukum yang berbeda, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak kewarganegaraan Indonesia”
Pernikahan Di Luar Indonesia
Perkawinan di luar Indonesia adalah perkawinan antara warga negara Indonesia dan warga negara asing yang perkawinannya terjadi di luar wilayah Indonesia dan mengikuti aturan dan hukum negara tempat perkawinan tersebut berlangsung.
Salah satu contoh jika seorang warga negara menikah dengan orang asing dan memilih pernikahan di luar negeri, keduanya harus mematuhi dan mematuhi aturan / hukum yang berlaku di negara tempat mereka menikah, dan harus melaporkan konsulat Indonesia di negara itu, dan juga melaporkan perkawinan yang diadakan di luar negeri selambat-lambatnya satu tahun setelah perkawinan diadakan di Kantor Catatan Sipil setempat untuk mendapatkan Laporan Perkawinan Luar Negeri dan tentu saja juga agar pernikahan tersebut didaftarkan di Indonesia. Sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU Perkawinan, yang mengikuti:
Perkawinan yang diadakan di luar Indonesia antara dua warga negara Indonesia atau warga negara Indonesia dengan warga negara asing adalah sah jika dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku di negara di mana pernikahan itu diadakan dan warga negara Indonesia tidak melanggar ketentuan Undang-Undang ini;
Dalam 1 (satu) tahun setelah suami dan istri kembali ke wilayah Indonesia, akta nikah mereka harus terdaftar dalam catatan nikah tempat tinggal mereka.
Konsekuensi Hukum Untuk Pernikahan Campuran
Tentunya ada konsekuensi hukum yang timbul dari keberadaan suatu tindakan, dan dalam konteks pernikahan campuran seperti yang dibahas di atas harus ada sejumlah penyebab dan konsekuensi yang harus diikuti, antara lain, terkait masalah aset bersama.
Untuk warga negara Indonesia yang menikah dengan Warga Negara Asing (WNA) yang telah menikah dan menikah secara hukum di Indonesia dan secara hukum di negara tempat pernikahan tersebut berlangsung, memang setelah menikah untuk keduanya mereka tidak diizinkan untuk menikah. memiliki hak kepemilikan Tanah, hak bangunan, dan hak pakai di Indonesia. Ini telah terkandung dalam Pasal 35 UU Perkawinan yang berbunyi “Bahwa aset yang diperoleh selama masa pernikahan dibagi.
Namun, ketika merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar tentang Prinsip Agraria, yang menyatakan “Warga Negara Asing mungkin tidak memiliki Hak Kepemilikan, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan”.
Jadi kesimpulannya adalah jika aset yang diperoleh setelah menikah menjadi milik bersama, masalahnya adalah bahwa Warga Negara Asing (WNA) tidak diizinkan untuk memiliki Hak Kepemilikan, Hak Bisnis, dan Hak Bangunan di Indonesia, namun jika warga negara Indonesia (WNI) yang masih ingin memiliki hak kepemilikan meskipun mereka telah menikah dengan Warga Negara Asing (WNA), harus membuat perjanjian atau perjanjian pranikah yang mengatur pemisahan aset.