Pengertian Perceraian: Adalah Putusnya Ikatan Perkawinan
Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri.
Pada prinsipnya Undang-Undang Perkawinan adalah mempersulit adanya perceraian tetapi tidak berarti Undang-Undang Perkawinan tidak mengatur sama sekali tentang tata cara perceraian bagi para suami isteri yang akan mengakhiri ikatan perkawinannya dengan jalan perceraian.
Pemeriksaan perkara perkawinan khususnya perkara perceraian, berlaku hukum acara khusus, yaitu yang diatur dalam:
-
-
- Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama (Pasal 54-91);
- Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanann Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
- Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987 Tentang Wali Hakim;
- Peraturan-pearaturan yang lain yang berkenaan dengan sengketa perkawinan;
- Kitab-kitab fiqh Islam sebagai sumber penemuan hukum;
- Yurisprudensi sebagai sumber hukum.
-
Perceraian yang terjadi karena keputusan Pengadilan Agama dapat terjadi karena talak atau gugatan perceraian serta telah cukup adanya alasan yang ditentukan oleh undang-undang setelah tidak berhasil didamaikan antara suami-isteri tersebut (Pasal 114, Pasal 115 dan Pasal 116 KHI).
Pasal 114 KHI menjelaskan bahwa perceraian bagi umat Islam dapat terjadi karena adanya permohonan talak dari pihak suami atau yang biasa disebut dengan cerai talak ataupun berdasarkan gugatan dari pihak istri atau yang biasa disebut dengan cerai gugat.
ALASAN-ALASAN PERCERAIAN
Alasan-alasan yang dibenarkan oleh undang-undang dan menjadi landasan terjadinya perceraian baik melalui cerai talak maupun cerai gugat tertuang dalam Pasal 39 (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo. Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 116 KHI.
Pasal 39 (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.
Lebih lanjut mengenai alasan-alasan perceraian ditentukan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
-
-
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
- Antara suami dan istri terus-menerus terjadi pertengkaran dan perselisihan dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
- Suami melanggar taklik talak;
- Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga
-
apa bila istri menggugat cerai suami dan suami menolak karna masih cinta, dan mempertahankan pernikahan, apakah pihak istri bisa di tuntut denda