Bercerai Dalam Kondisi Ibu Hamil Menurut Agama Islam

Simaks, Bercerai Dalam Kondisi Ibu Hamil Menurut Agama Islam

Simaks, Bercerai Dalam Kondisi Ibu Hamil Menurut Agama Islam. Lalu, bagaimana dengan pandangan Islam terkait pengajuan gugatan kepada suami saat istri hamil? Menurut pendapat mayoritas ulama, termasuk di antaranya ulama dari sekolah Syafi’i, perceraian ketika istri sedang hamil tidak melanggar aturan agama.

Kemampuan untuk bercerai ketika kehamilan istri didasarkan pada hadits Nabi Muhammad, yang berarti:

 

“Dari Ibnu Umar RA-lah dia menyalak istrinya saat menstruasi. Kemudian Umar bin Khattab RA menceritakan kejadian itu kepada Nabi. Kemudian dia juga berkata kepada Umar bin Khattab RA,” Perintah kepadanya (Ibnu Umar RA) untuk kembali kepada istrinya, baru kemudian menceraikannya dalam keadaan suci atau hamil, “(HR Muslim).

 

Para ulama menyimpulkan hadits ini mengatur larangan menceraikan seorang istri ketika dalam kondisi menstruasi. Nabi Muhammad, dalam hadits, mengatakan kepada Umar bin Khattab untuk menceraikan istrinya ketika dia dalam kondisi suci menstruasi atau selama kehamilan.

 

Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait aturan perceraian seorang istri yang hamil menurut Islam. Ini terkait dengan masa tunggu atau waktu tunggu yang dibutuhkan oleh wanita setelah perceraian. Dalam aturan agama Islam, periode iddah diberlakukan dengan tujuan untuk memastikan apakah wanita itu hamil atau tidak.

 

Durasi periode iddah yang harus dijalani oleh seorang wanita bervariasi sesuai dengan kondisinya. Dalam kasus seorang wanita yang suaminya telah meninggal, periode iddah yang harus diambil adalah 4 bulan dan 10 hari. Sementara itu, untuk wanita yang bercerai yang tidak hamil, masa tunggu adalah 3 bulan. Sementara itu, periode iddah untuk wanita hamil berlangsung hingga proses kelahiran bayi.

 

Meskipun dia bercerai dan menjalani periode iddah, seorang wanita masih menjadi tanggung jawab mantan suaminya. Kewajiban ini harus dijalankan oleh seorang pria hingga periode iddah mantan istrinya berakhir. Karena itu, selama periode iddah, seorang wanita memiliki hak untuk mendapatkan tempat tinggal, hidup, dan pakaian dari mantan suaminya.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *